Inilah Ilmu yang Pertama Kali Diangkat dari Umat Rasulullah
Ilmu waris atau yang biasa disebut dengan nama faraidh merupakan ilmu yang sangat penting untuk dipelajari. Sebab, dengan menguasai atau memahami ilmu ini, maka seseorang akan mampu mencegah perselisihan dalam sebuah rumah tangga karena masalah pembagian harta warisan.
Rasulullah SAW menjelaskan, mempelajari ilmu ini sangat penting, karena ia merupakan setengah dari ilmu. Lebih lanjut diterangkan, ilmu waris adalah ilmu yang pertama kali diangkat (hilang) dari umat Islam.
Imam Al-Ghazzi mengutip hadis Rasul SAW yang menjelaskan tentang keutamaan ilmu faraidl. ''Abu Hurairah RA berkata, Nabi SAW bersabda, ''Pelajarilah ilmu faraidl serta ajarkanlah kepada orang lain, karena sesungguhnya, ilmu faraidl setengahnya ilmu; ia akan dilupakan, dan ia ilmu pertama yang akan diangkat dari umatku.'' (HR Ibnu Majah dan ad-Darquthni).
''Ibnu Mas'ud RA berkata, Nabi SAW bersabda, ''Pelajarilah ilmu faraidl serta ajarkanlah kepada orang-orang, karena aku adalah orang yang akan direnggut (wafat), sedang ilmu itu akan diangkat dan fitnah akan tampak, sehingga dua orang yang bertengkar tentang pembagian warisan, mereka berdua tidak menemukan seorang pun yang sanggup meleraikan (menyelesaikan perselisihan pembagian hak waris) mereka.'' (HR Imam Ahmad, at-Tirmidzi, dan al-Hakim).
Berdasarkan hadis di atas, maka jelaslah bahwa mempelajari ilmu faraid atau waris itu sangat penting. Bukan saja memudahkan dalam pembagian harta yang ditinggalkan almarhum/almarhumah, tetapi juga dapat menghilangkan permasalahan dalam rumah tangga karena berebut harta warisan.
Merujuk kepada hadis Rasulullah di atas juga, sesungguhnya ilmu waris atau faraidh itu akan paling cepat dilupakan orang, dan ilmu yang pertama kali diangkat dari umat Rasulullah Saw. Oleh karena itulah, pentingnya belajar ilmu faraidh atau waris tersebut.
Ada enam pembagian yang ditentukan sebagaimana digariskan ayat-ayat mawarist, yaitu ½, ¼, 1/8, 1/3, 2/3, dan 1/6. Deretan kerabat yang termaktub dalam ketiga ayat tersebut kemudian dikenal dengan istilah ashab al-furudh, berdasarkan keterangan Al-Quran dalam surah An-Nisa ayat 11, 12, dan 176.