Kejeniusan Said Nursi, Sang Ksatria Terakhir Turki Utsmani
Badi' al-Zaman Sa'id al-Nursi (lahir: 1878 - wafat 1960) dikenal sebagai seorang ulama besar, tokoh pembaharu Islam di Turki. Dirinya sangat rajin dalam belajar. Kecenderungannya pada ilmu sudah terlihat sejak usianya masih belia. Pada masa mudanya, tahun 1891 M./1308 H., melalui mimpi ia mendapatkan kabar gembira dari Rasulullah SAW.
Seperti ditulis oleh KH. Ahmad Ishomuddin, Rais Syuriah PBNU 2010-2015 dan 2015-2021, di website nu.or.id, ketokohan dan kecenderungan Said Nursi dalam belajar sudah didapatkan sejak dirinya masih sangat muda.
وفي هذه الأثناء رأى فيما يرى النائم : أن القيامة قد قامت, والكائنات بعثت من جديد. ففكر كيف يتمكن من زيارة الرسول الأعظم صلى الله عليه وسلم, ثم تذكر أن عليه الإنتظار في بداية الصراط الذي يمر عليه كل فرد فأسرع إليه ... وهكذا مر به جميع الأنبياء والرسل الكرام فزارهم واحدا واحدا وقبل أيديهم وعندما حظي بزيارة الرسول الأعظم صلى الله عليه وسلم هوى على يديه فقبلهما ثم طلب من العلم فبشره الرسول صلى الله عليه وسلم : سيوهب لك علم القرآن ما لم تسأل أحدا .[ سيرة ذاتية ص : ٦٧ ]
"Pada saat itu ia bermimpi, bahwa kiamat telah terjadi, alam semesta berubah menjadi baru. Terbersit dalam pikirannya, bagaimana caranya bisa mengunjungi Rasul yang agung, Sayyiduna Muhammad SAW., ia teringat bahwa ia harus menunggu di ujung jalanan lebar yang akan dilintasi oleh setiap orang. Ia terburu-buru ke sana...Demikanlah, di jalanan yang lebar itu melintaslah semua Nabi dan Rasul, sehingga ia bisa mengunjungi mereka satu persatu. Ia ciumi tangan para Nabi dan Rasul itu. Manakala ia melangkahkan kaki untuk mengunjungi Rasul yang agung, Sayyiduna Muhammad SAW, ia genggam kedua tangannya lalu ia menciumnya, lalu ia meminta ilmu. Selanjutnya, Nabi saw. memberikan kabar gembira, "akan dianugerahkan kepadamu ilmu al-Qur'an selagi engkau tidak meminta kepada seorangpun." [Sirah Dzatiyyah halaman 67]
Mimpi inilah yang memotivasi al-Syaikh Sa'id al-Nursi amat bersemangat menuntut ilmu, belajar ilmu agama kepada beberapa gurunya, misalnya kepada al-Mula Muhammad Amin Afandi, lalu menjadi murid dari al-Syaikh Muhammad al-Jalali.
وفي ذلك الوقت لم يبد على سعيد ذكاء خارق أو قوة معنوية وحدها بل ظهرت عليه أيضا حالة عجيبة كانت خارجة عن نطاق استعداده وقابلياته كلها بحيث إنه بعد اطلاعه على مبادئ الصرف والنحو خلال سنة أو سنتين ظهرت عليه الحالة العجيبة فكأنه أكمل قراءة ما يقرب من خمسين كتابا خلال ثلاثة أشهر .
Pada waktu itu, kecerdasan luar biasa atau potensi tersembunyi belum menampak pada diri Sa'id al-Nursi, namun pada dirinya sudah terlihat jelas keadaan yang mencengangkan yang berada di luar semua kesiapannya. Setelah ia menelaah dasar-dasar ilmu sharf (morfologi) dan nahwu (sintaksis) selama setahun atau dua tahun, menampak pada dirinya suatu kondisi yang mengagumkan. Dalam tempo tiga bulan ia sudah menamatkan sekitar 50 (lima puluh) kitab.
Baca Juga: Sang Ksatria Terakhir Turki Utsmani
Al-Syaikh Sa'id Nursi adalah seorang santri yang setiap hari sangat banyak membaca dan mampu memahami dengan sangat baik apa saja yang dibacanya. Bidang ilmu apa saja yang ditekuninya dikuasai dengan sempurna. Bila ia diuji dengan pertanyaan terkait bidang ilmunya itu, ia mampu menjawabnya dengan benar.
كان يقرأ في هذه الشهور الثلاثة يوميا ما يقارب مئتي صفحة أو يزيد من متون أمهات الكتب أمثال : جمع الجوامع وشرح المواقف وابن حجر مع الفهم التام من دون معونة أحد إلى حد أنه ما كان يسأل سؤالا عن أي علم كان إلا ويجيب عنه إجابة شافية فاستغرق في القراءة والدراسة حتى انقطعت علاقته مع الحياة الإجتماعية.
Dalam tempo tiga bulan, setiap harinya ia selalu membaca sekitar 200 halaman atau lebih dari berbagai matan kitab-kitab yang penting, seperti Jam' al-Jawami' fi Ushul al-Fiqh karya al-Imam Taj al-Din al-Subki (727-771 H.), Syarh al-Mawaqif fi 'Ilm al-Kalam karya 'Adhdhu al-Din al-Iji (wafat:756 H.) dan Tuhfat sl-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj karya Ibnu Hajar al-Haitsami al-Makki, yakni Syarh Minhaj al-Thalibin karya al-Imam al-Nawawi al-Syafi'i, diiringi dengan pemahaman yang sempurna meski tanpa bantuan seorangpun, hingga mencapai suatu batas ketika ia ditanya dengan pertanyaan dari ilmu apa saja ia pasti mampu menjawabnya dengan jawaban yang memuaskan. Ia tenggelam dalam bacaan dan pelajaran, sehingga hubungannya dengan kehidupan sosial menjadi terputus.
Suatu ketika seorang gurunya, al-Mula Fathullah berkata,
Baca Juga: Nuriyah, Sosok Ibu yang Melahirkan Anak Ajaib